JEJAK SEJARAH ISLAM DI TANAH LUWU

                                         Jejak Sejarah Islam Di Tanah Luwu









Kamis 17 oktober 2019  mahasiswa dari program studi pendidikan sejarah Universitas Negeri Makassar melakukan praktek lapangan di Palopo dan Luwu Utara, hal ini berkitan dengan mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Islam.
Berangkat dari Makassar dengan rombongan sebanyak 75 mahasiswa angkatan 2018 1 orang dari angkatan 2016 dan 2 dosen pendamping yakni Asmunandar S.S M.A dan Ashari Fatul Khair S.Pd M.Pd menuju ke palopo dan kemudian lanjut ke luwu utara. Ada beberapa situs-situs yang kami datangi pertama Masjid Jami Tua Palopo yang berada di jl. Andi Djemma, Batupasi, Wara Utara, kedua Istana Datu Luwu yang berada di tengah kota Palopo, letaknya tidak jauh dari Masjid Jami berada, ketiga yakni situs Makam Raja-Raja Luwu atau juga disebut Kompleks Makam Lokkoe yang terletak di Jl. Ratulangi, Kota Palopo dan situs terakhir yakni Makam Datuk Patimang di Malangke, Luwu utara jaraknya cukup jauh dari Makam Lokkoe.
Menurut narasumber yang di temui bapak Usman Abdul Malla salah satu pengurus Masjid Jami mengatakan bahwa masjid jami ini dibangun pada tahun 1604 Masehi yang dirancang oleh Pong Mante. Konon batu yang dipakai yakni berasal dari Toraja yang dibawa ke Palopo dengan cara masyarakat berjejer dari Toraja sampai Palopo dan saling mengopor. Batu ini direkatkan dengan menggunakan putih telur. Luas masjid ini 1400 m2 gaya dan arsitektur bangunannya pun mempunyai arti seperti jumlah jendela melambangkan sifat-sifat Allah, 3 tingkatan atap juga memiliki arti, tingkatan pertama Gettung artinya tegas, tingkatan kedua Lempu artinya jujur dan tingkatan ke tiga yakni Adele artinya adil. Lalu adapun tiang utamanya terdiri dari batang kayu yang besar panjangnya sekitar 16 meter dengan kayu Cina Guri. Berbicara tentang masjid tidak lepas dari mimbar, ada yang unik dari mimbar di masjid jami ini, dimana atap mimbar menggunakan kulit kerang hal ini juga menjadi bukti bahwa dahulu masjid ini berada dekat dengan laut.
Seperti yang kita ketahui bahwa agama islam adalah agama mayoritas di sulawei selatan dan kerajaan luwu lah yang pertama kali terislamisasikan. Masuknya islam di tanah luwu terbilang unik karna sangat erat dengan mitos. Masuknya islam sekitar abad ke XVI saat pusat pemerintahan kerajaan luwu ada di Malangke, dibawa oleh Abdul Makmur ( Dato ri’ bandang), Abdul Jawad ( Dato ri’ Ditiro ), dan Sulaiman (Dato ri’ Pattimang).
“praklap Sejarah Indonesia Masa Islam kali ini berjalan dengan baik, praklap ini sangat berkesan selain mengetahui awal kendatangan islam di sulawesi selatan melalui peninggalan-peninggalan yang ada di tanah Luwu. Kita juga banyak mendapat informasi tentang budaya yang dimilii Luwu melalui situs kedatuan luwu. Kemarin sebelum memasuki Istana Datu Luwu kita di wajibkan memakai sarung. Inilah yang menjadi salah satu hal untuk menjaga kelestarian budaya yang dimiliki oleh Luwu.” Tuturan Anggi Wata mahasiswa prodi pendidikan sejarah 2018.
Mengulas tentang Luwu tidak akan ada habisnya. Adalah kali pertama kami menginjakkan kaki di tanah Luwu, kami  merasa sangat kagum pada pemerintah dan masyarakat Luwu yang masih sangat menjaga dan mempertahankan adat budaya juga peninggalan sejarahnya dengan demikian kita masih dapat merasakan jejak sejarah dan melihat kemegahan Masjid Jami dan Istana Luwu itu sendiri. Keberadaan sistus ini sangat perlu kita rawat agar kelak di masa depan para generasi kita tidak akan hanya mendengar dan berteori tentang kerajaan dan peradaban islam di tanah Luwu.
Sebelum akhirnya benar-benar berpamit pada tanah Luwu, kami menyempatkan diri singgah di Pantai Labombo. Semilir angin juga tawa anak Nirleka  mampu menyejukkan ditengah teriknya matahari di langit Palopo . Maha kuasa Tuhan atas segala ciptaan-Nya. Sabtu,19 Oktober 2019 praktek lapangan berakhir dan kamipun beranjak kembali ke Makassar. Terima kasih untuk suguhan kapurung  dan keramahan keluarga pak Arifman, ini akan selalu di rindukan.

Orang merawat cintanya agar tetap ada dan tidak berkurang, Orang merawat sejarahnya agar tidak terlupa dan selalu terkenang. Antara cinta dan sejarah tak bisa terlepas sebab yang mencintai pasti akan merawat sejarahnya, keduanya sama yah sama-sama mengikat dan mempertahankan
(Ika Ansari)


Komentar

Postingan Populer